Selasa, 13 Januari 2015

Tukang Sepatu

Tidak ada hal yang kebetulan.. Allah telah merancang setiap pertemuan dan perpisahan. Begitu juga dengan pertemuan saya dengan beberapa orang penjual sepatu. Malam itu, sekitar pukul 01.00 sekilas saya melihat beberapa laki-laki membawa tas besar dan ditanganya memegang beberapa buah sepatu, tampak sekali mukanya kelelahan. Pertemuan itu terjadi beberapa detik, karena pada saat itu saya dibonceng suami saya ketika hendak pulang dari pengajian.

Kenapa mereka terus berjalan, apa mereka masih berjualan selarut ini? Mereka berasal dari mana? Mereka tidur dimana? Apa mereka bisa makan? Bagaimana keadaan keluarga mereka?apakah anak-anak mereka masih sekolah?
Banyak sekali pertanyaan di benak saya. Lalu saya melihat seseorang sedang menarik gerobak sampah.. Ya Allah, diluar begitu dingin.. Sampai selarut ini mereka masih bekerja.

Seketika beban dipundak saya pun nyaris menghilang. Saya sering mengeluh pada suami terhadap rejeki dan masalah-masalah yang kami hadapi. Begitu banyak ketakutan, saya takut merasa kekurangan, saya takut masalah-masalah yang lebih besar menghinggapi keluarga kami. Padahal saya masih bisa makan, masih tidur di tempat tidur yang empuk. Bagaimana kalau Allah mencabut nikmat itu :(
"Ya Allah, jauhkan kami dari kemiskinan karena kemiskinan itu dekat dengan kefakiran"

Padahal di zaman rasulullah saw ada beberapa sahabat yang kekurangan, bahkan minum pun menggunakan tangan karena gelas/cangkir pun mereka tidak punya. Tapi masya Allah tidak sedikit pun iman mereka bergeser.
Seperti yang kita ketahui putri rasulullah saw, sayidah fatimah hidupnya sangat sederhana. Bila sekarang putri dari presiden atau putri raja mereka hidup dengan fasilitas mewah, fatimah tidak sama sekali, bahkan diriwayatkan tanganya kasar. Pernah beliau meminta budak kepada ayahnya tapi rasulullah saw tidak memberinya, karena rasullah saw tahu bahwa dari sanalah pahala mengalir untuk sayidah fatimah. Bahkan setiap butir beras pun berdzikir untuk kita bila kita menyiapkan makanan untuk keluarga kita. Kesulitan para sahabat akan dunia tidak membuat mereka 'minder' ketika bergaul dengan sahabat lain yang lebih kaya. Mereka tau kalau kaya itu ujian dan miskin juga ujian. Siapa yang merasa hina karena kemiskinan maka telah rusak imanya, dan siapa yang merasa mulia karena harta maka telah pula rusak imanya. 

Memang masalah dalam rumah tangga itu begitu pelik, diperluakan hati yang lapang dan kesabaran yang ekstra menghadapinya. Ibarat minum jamu yang rasanya pahit, tapi mungkin keesokan harinya badan lebih sehat.
Teringat pesan teman saya, dia bilang ketika masalah menghimpitnya seakan tidak ada jalan keluar capek rasanya memikirkan dunia, lebih baik kita mendoakan muslim lain, barangkali mereka butuh doa kita juga siapa tau kita sedang didoakan mereka sehingga masalah kita selesai berkat bantuan dari doa mereka.

Dulu saya ingin sekali menikah, sampai pernah kesal sama Allah ko belum nikah-nikah. Padahal teman yang lain yang jarang sholatnya bolong jodohnya cepet. Teman saya yang ga pernah berdoa minta jodoh, tiba-tiba dilamar. Padahal mungkin kapasitas saya pada waktu itu belum memenuhi syarat untuk menikah. Nyatanya setelah menikah pun saya seperti kelabakan menghadapi masalah yang datang.

Mungkin banyak ukhti diluaran sana menjerit, "Ya Allah aku ingin menikah". Bersabarlah karena mungkin Allah telah merancang episode terbaik dalam kehidupan kita. Nimatilah masa sendiri dengan disibukan kegiatan yang bermanfaat. Mungkin sekarang masih bisa bercengkrama dengan teman, bila sudah menikah mungkin kita disibukan dengan aktifitas dalam berumah tangga. Mungkin sekarang masih bisa wisata kuliner atau travelling ke tempat lain, mungkin nanti kita tidak bisa menikmatinya lagi karena mungkin skala prioritasnya sudah berbeda. Karena tidak mau kan Allah memberikan yang kita inginkan bukan dengan uluran lemah lembut penuh keridhoan, tapi dilempar ke wajah kita penuh amarah & laknat, "nih ambil! Terserah mau jungkir balik, mau nyungseb, ambil aja" astagfirullah naudzubillahi min dzaalik.

Alhamdulillah untuk setiap keadaan baik itu sudah menikah atau masih sendiri. Sudah punya keturunan atau belum. Apa pun keadaanya yang penting selalu dekat dengan Allah, karena Allah lah sumber kebahagiaan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar